contoh proposal tindak pidana narkotika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang
bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun
jika disalah gunakan atau tidak sesuai dengan standar pengobatan, maka dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan perseorangan dan masyarakat
khususnya generasi muda. Hal ini akan merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang
sangat besar bagi kehidupan dan nilai – nilai budaya bangsa yang pada ahirnya
dapat melemahkan ketahanan nasional.
Dengan demikian untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa dan Negara, perlu adanya undang yang mengaturnya, dengan
demikian pemerintah republik Indonesia telah membentuk Undang Undang
no. 35 tahun 2009 tentang narkotika. Maka dari itu, untuk penegakan
hukumnya diperlukan peran penyidik kepolisian dalam
menangani tindak pidana narkotika. Dengan adanya undang undang narkotika
diharapkan dapat mempermudah penyidik dalam menegakkan hukum dan menyeret para
pelaku tindak pidana narkotika ke muka pengadilan dan juga dengan adanya
undang-undang narkotika diharapkann supaya dapat menjadi acuan dan
pedoman bagi pengadilan untuk menghukum tersangka yang melakukan
tindak pidana narkotika. Peran dan fungsi Polri dalam menanggulangi narkotika
tidak hanya dititik beratkan kepada penegakan hukum tetapi juga kepada
pencegahan penyalahgunaan narkotika. Pencegahan penyalahgunaan narkotika adalah
seluruh usaha yang ditujukan untuk mengurangi permintaan dan kebutuhan gelap
narkotika. Berdasarkan prinsip dasar ekonomi tentang permintaan (demand) dan
persediaan (supply), selama permintaan itu masih ada, persediaan akan selalu
ada, dan apabila permintaan itu berhenti atau berkurang, persediaan akan
berkurang, termasuk pasarnya. Dalam konsep penegakan hukum oleh Polri tentunya
tidak terlepas dari terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1
butir 2 KUHAP). Sebagaimana tercantum dalam UU No. 35 tahun
2009 Pasal 75, Penyidik BNN berwenang untuk :
1. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika
2. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
3. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi
4. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda
pengenal diri tersangka.
5. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana
dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
6. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
7. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
8. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional.
9. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal
yang cukup
10. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan
dibawah pengawasan
11. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika
12. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam
dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya
13. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
14. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan
tanaman
15. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
16. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika
yang disita
17. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti
Narkotika dan Prekursor Narkotika
18. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika
19. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dari penjelasan diatas sangatlah nampak betapa sangat sulit dan
besar tanggung jawab penyidik untuk menegakakan hukum dalam tindak pidana
narkotika tersebut. Dengan demikian supaya mudahnya dalam menangani tindak
pidana narkotika, penyidik bekerja sama dengan masyarakat dan mantan nara
pidana untuk membantu membongkar dan mencegah terjadinya tindak pidana
narkotika, karena dengan kemajuan teknologi maka tindak pidana narkotika tidak
hanya dilakukan secara perorangan melainkan melibatkan banyak orang yang secara
bersama sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan
luas yang bekerja secara rapi dan terorganisir, dengan inilah peran penyidik
dalam menangani tindak pidana narkotika sangat dibutuhkan guna untuk mencegah
dan menghantarkan tersangka yang dituduh melakukan tindak pidana
narkotika ke pengadilan guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan
inilah penulis menyusun karya ilmiah ini guna dapat menghantarkan
untuk menyusun skripsi dengan judul “PERANAN PENYIDIK DALAM MENANGANI TINDAK
PIDANA NARKOTIKA DI POLISI RESORT KOTA BENGKULU”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis
akan membahas masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan
penyidik dalam menangani tindak pidana narkotika di kota Bengkulu ?
2. Apakah yang menghambat penyidik dalam
melakukan penyidikan tindak pidana narkotika di Kota Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui peranan penyidik didalam membantu proses penyelesaian kasus tindak pidana
narkotika yang terjadi dikota bengkulu.
2. Untuk
mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam melaksanakan
tugasnya .
D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana
Dan Unsur-Unsur Pidana
Istilah tindak pidana
berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu stafbaar feit.Walaupun
istilah ini terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tetapi tidak ada
penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana tersebut.
Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah
itu.
J.E. Jonkers dalam Adami
Chazawi (2001; 75), yang merupakan peristiwa pidana adalah perbuatan
yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau
kesalahann yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.
Wirjono Prodjodikoro (2001: 75), menyatakan
bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukuman pidana
Menurut vos dalam Kansil (2009:3)
menyatakan bahwa “ peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan
dapat dipidana oleh undang- undang ”.
Menurut Simon
dalam Kansil ( 2009; 2) menyatakan bahwa “ peristiwa pidana itu adalah srafbaargestelde,
onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een
toerekeningvatbaar person “. Yang dalam arti bahasa indonesianya
yaitu perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh
yang seorang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel
juga mengartikan suatu tindak pidana itu sama dengan perumusan
simon, hanya saja van hamel menambahkan satu syarat lagi yaitu perbuatan perbuatan
itu harus pula atau patut dipidana. Menurut Kansil dalam bukunya
Tindak Pidana Dalam Undang Undang Nasional menjelaskan bahwa tindak pidana atau
delik ialah tindak yang mengandung 5 unsur , yaitu :
a. Harus ada sesuatu kelakuan;
b. Kelakuan itu harus sesuai dengan
Undang Undang;
c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa
hak;
d. Kelakuan itu dapat diberatkan oleh pelaku;
e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.
R. Tresna dalam Adami Chazawi
(2001:72-73 ) menyatakan walau sangat sulit untuk merumuskan atau memberi
definisi yang tepat mengenai perihal peristiwa pidana, namun beliau
juga menarik suatu definisi, yang menyatakan bahwa, peristiwa pidana itu adalah
suatu perbuatan atau rangkain perbuatan manusia, yang bertentangan dengan
undang- undang atau peraturan perundang undangan lainya,terhadap
perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Dapat
dilihat bahwa rumusan itu tidak memasukan unsur /anasir yang berkaitan dengan
pelakunya
2. Pengertian Tidak Pidana
Narkotika Dan Unsur - Unsur Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana narkotika diatur dalam Undang Undang No.35 tahun
2009 BAB V pasal 111 sampai dengan pasal 148, diantaranya sebagai
berikut:
Pasal 111
(1) Setiap
orang yang tanpa hak atau melawan hukum, menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)
(2). dalam hal
perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, manguasai, atau
menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilo gram atau melebihi 5 (lima)
batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh )tahundan
pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga)
Didalam
undang-undang narkotika sendiri tidak menjelaskan secara rinci mengenai apa
yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika namun dalam Bab I pasal I angka 15
Undang Undang narkotika mernjelaskan penyalah gunaan narkotika adalah orang
yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.dan dalam angka 20
dijelaskan bahwa Kejahatan terorganisir adalah kejahatan yang dilakukan oleh 3
(tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk sewaktu tertentu dan bertindak
bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana narkotika.
Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan unsur-unsur tindak pidana narkotika yaitu sebagai
berikut :
1. Perbuatan
manusia yang dirumuskan dalam Undang-undang;
2. Melawan
hukum;
3. Dilakukan
dengan kesalahan dan;
4. Patut
dipidana
Penyalahgunaan narkotika
merupakan tindak pidana yang mempunyai kekhususan tersendiri dibandingkan
tindak pidana pada umumnya. Ciri-ciri khusus tindak pidana narkotika
digambarkan oleh Suwanto (1999; 12) Sebagai berikut:
1. Pelakunya dengan sistem sel artinya antara konsumen dan pengedar
tidak ada hubungan langsung (terputus) sehingga apabila konsumen tertangkap
maka sulit untuk diketahui pengedar, demikian pula sebaliknya.
2. Dalam tindak pidana narkotika pelaku juga korban sehingga
kejahatan narkotika pelaporan sangat minim.
3. Pengertian penyidik dan
peranan penyidik serta syarat- syarat penyidikan
Menurut Pasal 1 butir (1) KUHAP penyidik
adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri
Sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan. Selanjutnya karena kewajibannya mempunyai wewenang. Jadi peran penyidik
disini jelas bahwasanya penyidik dalam tindak pidana narkotika berperan sebagai
pencegah terjadinya tindak pidana narkotika dan menangkap orang yang
menyalahgunakan nartkotika ataupun mengedarkan narkotika untuk diadili dimuka
persidangan. Dengan demikian yang dijadikan pedoman bagi pihak kepolisian dalam
melakukan penyidikan tindak pidana narkotika yaitu : KUHAP, Undang Undang No.02
tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang Undang No.
35 tahun 2009 tentang narkotika. Dengan adanya penyidikan yang
dilakukan pihak kepolisian terhadap tindak pidana narkotika yaitu untuk
memperjelas adanya tindak pidana narkotika dan penangkapan tersangka. Untuk
dapat menentukan seseorang sebagai tersangka maka harus didukung dengan alat-alat
bukti permulaan sebagai mana yang diatur dalam pasal 184 KUHAP.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6
ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut,
seperti misalnya : mempunyai pengetahuan, keah1ian disamping syarat kepangkatan.
Namun demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut
pasal 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan
dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum
dan hakim pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik
Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua sedangkan bagi Pegawai Negeri
Sipil serendah rendahnya Golongan II
E.
Hipotesis
1. Peranan penyidik dalam menangani tindak pidana narkotika di Kota
Bengkulu ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu secara
preventif yaitu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindak pidana narkotika, dan secara reverentif melakukan tindakan hukum pidana
terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak tindak pidana narkotika. Upaya
preventif tersebut salah satunya yaitu sosialilisasi terhadap masyarakat
tentang bahaya yang ditimbulkan narkotika dan dampak terhadap pemakai narkotika
dan upaya reperentif yaitu memmbawa seorang pengedar narkotika ke pengadilan
guna diadili dan diambil keputusan oleh hakim hukuman apa yang pantas untuk
pengedar maupun pcandu narkotika tersebut.
2. Untuk melakukan penyidikan tindak pidana
narkotika hambatan yang ditemui oleh penyidik yaitu Dalam melakukan
penyidikan narkotika selain sangat membutuhkan dana yang sangat besar dalam
setiap melakukan operasional untuk membongkar siapa dalang dibalik peredaran
tersebut jadi itulah sebabnya banyaknya yang tertangkap hanya pemakainya saja
bukan pengedar atau bandar narkotikanya
F.
Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiyah, kegiatan ilmiyah dilakukan
secara sistematis dengan diawali penentuan pupulasi dan kemudian penentuan
sampel :
1. Teknik penentuan sampel
a. Populasi
Menurut Ronny Hanitidjo Soemitro
(1988:44-45)” populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh
kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti. Populasi tidak selalu harus
berwujud manusia saja, tetapi dapat berupa gejala-gejala, tingkah laku, pasal
perundang-undangan, kasus hukum, alat-alat pengajaran, cara-cara
penyelenggaraan administrasi dan lain-lain ”.
Dan untuk itu yang dijadikan populasi dalam penulisan ini adalah
seluruh pihak yang terkait.
b. Sampel
Sapari Imam Asyari (1981:38) menyatakan :
”sampel adalah keseluruhan objek penelitian, mungkin berupa manusia,
gejala-gejala, benda-benda, pola sikap, tingkah laku, dan sebagainya
yang menjadi objek penelitian”.
Unsur dalam menentukan sampel dalam penelitian maka ditentukan
metode purposive sampling, yaitu sampel yang sengaja dipilih untuk mewakili
seluruh populasi. Berdasarkan metode tersebut, maka yang diambil sampel dalam
penelitian ini adalah :
1.
Kasat Reskrim Polres Bengkulu
2.
Kepala Unit Narkotika
3.
3 orang penyidik Narkotika Polres Bengkulu
4.
3 orang tersangka tindak pidana narkotika
2. Teknik
Pengumpulan Data
penulis
akan berusaha untuk menentukan dan mengumpulkan data-data yaitu
a. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui data lapangan
dengan cara :
Interview, berarti terjun langsung kelapangan dan mengadakan
wawancara dan Tanya jawab kepada responden penelitian untuk memperoleh
keterangan yang lebih jelas.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari library research
atau penelitian kepustakaan, dengan ini penulis berusaha
menelusuri dan mengumpulkan bahan tersebut dari buku-buku, peraturan
perundang-undangan dan publikasi lainya yang ada relevasinya dengan pembahasan
penulisan skripsi
c. Teknik Pengolahan Data
Dengan penelitian ini data diolah dengan teknik :
a. Coding Data
Adalah penyesuain data yang diperolah dalam penelitian
,kepustakaan maupun penelitian lapangan dengan pokok bahasan yang diteliti
dengan cara memberi kode - kode tertentu pada data tersebut.
b. Editing Data
Editing data dilakukan setelah selesai melakukan coditing data
yakni pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
relevansi dan keakuratan data yang akan diskripsikan dalam menemukan jawaban
permasalahan.
c. Teknik Analisis Data
Analisa data yang dilakukan dengan cara deduktif kualitatif
yaitu membandingkan data primer dengan data skunder lalu diklasifikasikan
kemudian dijabarkan dan disusun secara sistematis,sehingga diperoleh suatu
pengetahuan yang bersifat umum disusun dalam bentuk skripsi.
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Di satu sisi narkotika merupakan obat atau bahan
yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan
ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa adanya pengendalian serta
pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya peredaran narkotika di
Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah keberadaannya.
Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan narkotika tanpa izin oleh
undang-undang yang dimaksud. Keadaan yang demikian ini dalam tataran
empirisnya, penggunaan narkotika sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada itu, dijadikan
ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini
berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai narkotika khususnya
generasi muda.
Narkotika merupakan dua bentuk zat yang berbeda bahan dan
penggunaannya dalam ilmu kesehatan, kemudian untuk mempermudah penyebutannya,
memudahkan orang berkomunikasi dan tidak menyebutkan istilah yang tergolong
panjang, dengan demikian dapat disingkat dengan istilah ”narkoba” yaitu
narkotika dan obat-obatan aditif yang berbahaya. Namun pada umumnya orang belum
tahu tentang narkotika karena memang dua zat tersebut dalam
penyebutannya baik di media cetak maupun elektronika lebih sering diucapkan
dengan istilah narkoba, meskipun mereka hanya tahu macam dan jenis
dari narkoba tersebut, di antaranya ganja, kokain, heroin, pil
koplo, sabu-sabu dan lain sebagainya.
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia dari sisi tata
bahasa berasal dari bahasa inggris narcotics yang berarti obat
bius, yang sama artinya dengan kata narcosis dalam bahasa
Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Secara umum narkotika diartikan
suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana
pengamatan/penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat.
Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama
semakin bertambah pesat. Hal ini akan berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung terhadap perkembangan tingkat kriminalitas, baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif. Perkembangan kriminalitas dari bentuk perorangan
menuju ke arah kriminalitas menuju kearah kejahatan terorganisir yang memiliki
teknik dan taktik yang canggih.
Sebagai salah satu kejahatan yang teroragnisir maka tindak
pidana narkotika tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya dibidang farmasi. Dari tanaman-tanaman pokoknya ganja, kokain dan
candu maka oleh kemajuan farmasi dapat dihasilkan atau diturunkan zat-zat yang
mempunyai efek yang berlipat ganda.
Penyalahgunaan narkotika merupakan bahaya yang amat merugikan
bagi suatu negara. Hal ini disebabkan tindak pidana narkotika oleh generasi
muda akan memberikan dampak buruk baik jasmani maupun rohani dari generasi
muda, sehingga memberikan kerugian yang amat besar bagi negara dan bangsa
Indonesia.
Oleh karena itu setiap usaha yang mengarah pada dilakukannya
tindak pidana narkotika haruslah dapat ditiadakan . Hal ini berarti harus
semakin ditingkatkan usaha-usaha penanggulangan terhadap setiap jenis tindak
pidana narkotika sebagai pelaksana penegakan hukum di Indonesia.
Penyalahgunaan narkotika merupakan tindak pidana yang mempunyai
kekhususan tersendiri dibandingkan tindak pidana pada umumnya. Ciri-ciri khusus
tindak pidana narkotika digambarkan oleh Suwanto Sebagai berikut:
1. Suatu kejahatan terorganisir dalam jaringan sindikat, jarang
kasus narkotika tidak merupakan sindikat terutama heroin.
2. Berlingkup internasional, tidak lokal sifatnya. Walaupun di
Indonesia tanaman ganja dapat tumbuh, tetapi konsumennya diseluruh dunia
sehingga dapat dikirim keluar negeri.
3. Pelakunya dengan sistem sel artinya antara konsumen dan pengedar
tidak ada hubungan langsung (terputus ) sehingga apabila konsumen tertangkap
maka sulit untuk diketahui pengedar, demikian pula sebaliknya.
4. Dalam tindak pidana narkotika pelaku juga korban sehingga
kejahatan narkotika pelaporan sangat minim.
Ciri-ciri khusus dari tindak pidana narkotika menjadikan setiap
kasus narkotika haruslah mendapat upaya penanggulangan secara terpadu. Setiap
kasus narkotika yang terdpat di daerah Kepolisian Resort atau Kepolisian
Wilayah haruslah segera dilaporkan ke Kepolisian Daerah Untuk segera
dilanjutkan ke Markas Besar kepolisian Republik Indonesia, sehingga setiap
kasus narkoba yang terdapat di suatu daerah dapat diketahui secara dini oleh
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan hal ini akan memudahkan
koordinasi antara seluruh kantor kepolisian yang ada di daerah-daerah di
Indonesia.Peredaran gelap narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkain
kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan
sebagai tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika.
B. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur – Unsur Pidana
1. Pengertian tindak pidana
Kata tindak pidana dalam bahasa Indonesia sebenarnya merupakan
penerjemahan dari kata straafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Namun hal ini juga
perlu mendapatkan penegasan agar tidak menjadi simpang siur. Straafbaarfeit
mempunyai arti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Feit berarti
‘sebagian dari kenyataan’. Sedangkan straafbaar artinya ‘dapat dihukum’. Arti
harfiahnya ini tidak dapat diterapkan dalam bahasa kita sehari-hari karena yang
dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi bukan menghukum kenyataan,
perbuatan, maupun tindakan. Oleh sebab itu, tindak pidana adalah tindakan
manusia yang dapat menyebabkan manusia yang bersangkutan dapat dikenai hukum
atau dihukum. Moeljatno menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, yang bilamana larangan tersebut tidak
dipatuhi maka dapat dikenai sanksi berupa sanksi pidana. Dengan kata lain, kata
straafbaarfeit diartikan sebagai bentuk perbuatan pidana adalah perbuatan
manusia yang tidak dibenarkan secara hukum dan dikenakan sanksi bagi para
pelanggarnya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tindak pidana terdiri dari: 1]
merupakan perbuatan manusia; 2] memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat
formil); dan 3] perbuatan manusia tersebut bersifat melawan aturan hukum yang
berlaku (syarat materiil).
Syarat formil diperlukan
untuk memenuhi asas legalitas dari hukum itu sendiri. Maksudnya adalah
perbuatan dapat dikategorikan tindakan pidana bila telah diatur di dalam aturan
hukum. Tindakan-tindakan manusia yang tidak atau belum diatur dalam aturan
hukum tidak dapat dikenai sanksi dari aturan hukum yang bersangkutan. Biasanya
akan dibentuk aturan hukum yang baru untuk mengatur tindakan-tindakan tersebut.
Bila dirinci maka unsur-unsur tindak pidana terdiri dari unsur
subjektif dan objektif. Unsur subjektif, yang menjelaskan siapa manusia yang
dimaksud dapat diartikan dengan setiap orang, penyelenggara negara, pegawai
negeri, maupun korporasi atau kumpulan orang yang berorganisasi. Sedangkan
unsur objektifnya adalah janji, kesempatan, kemudahan, kekayaan milik negara
yang terdiri dari uang, daftar, surat atau akta, dan tentu saja barang.
Unsur-unsur tindak pidana ini sebenarnya melengkapi kembali atau menjelaskan
mengenai jenis dan ruang lingkup perbuatan manusia yang dapat dikenai aturan
hukum. Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2209439-pengertian-dan-unsur-unsur-tindak/#ixzz26MFZ3gy2
Menurut Moeljatno dalam Adami Chazawi (2001:71) perbuatan
pidana yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (saksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa yang melanggar tersebut. Istilah pernuatan pidana
lebih tepat dengan alasan sebagai berikut :
1. Perbuatan yang dilarang adalah perbuatanya (perbuatan manusia
yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang ),
artinya larangan itu ditunjukan pada perbuatannya sementara itu, ancaman
pidananya itu ditunjukian pada orangnya
2. Antara larangan (yang ditunjukan pada perbuatan ) dengan ancaman
pidana ( yang ditunjukan pada orangnya ) , ada hubungan yang erat . oleh karena
itu , perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi,
melanggar larangan ) yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat juga
3. Untuk menyatakan ada hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat
digunakan istilah perbuatan pidana , suatu pengertian yang abstrak yang
menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu pertama , adanya kejadianya tertentu (
perbuatan ) dan kedua, ada orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian
itu.
R. Tresna dalam Adami Chazawi
(2001:72-73 ) menyatakan walau sangat sulit untuk merumuskan atau memberi
definisi yang tepat mengenai perihal peristiwa pidana, namun beliau
juga menarik suatu definisi, yang menyatakan bahwa, peristiwa pidana itu adalah
suatu perbuatan atau rangkain perbuatan manusia, yang bertentangan dengan
undang- undang atau peraturan perundang undangan lainya,terhadap
perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Dapat
dilihat bahwa rumusan itu tidak memasukan unsur /anasir yang berkaitan dengan
pelakunya . selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu
mempunyai syarat- syarat, yaitu :
1. Harus ada suatu perbuatan manusia
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dil;ukiskan didalam
ketentuan hokum
3. Harus terbukti bahwa adanya “dosa” pada orang yang berbuat,
yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan
4. Perbuatan itu harus berlawanan ndengan hokum
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumananya dalam
perundang undangan.
Menurut
Wirjono
Prodjodikoro dalam Adami Chazawi (2001:75 ) menyatakan bahwa
tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakukan dapat dikenakan hukuman
pidana
Menurut vos dalam Kansil (2009:3)
menyatakan bahwa “ peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan
dapat dipidana oleh undang- undang ”.
Menurut Simon
dalam Kansil ( 2009; 2) menyatakan bahwa “ peristiwa pidana itu adalah srafbaargestelde,
onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een
toerekeningvatbaar person “. Yang dalam arti bahasa indonesianya
yaitu perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh
yang seorang yang mampu bertanggung jawab. Van hamel
juga mengartikan suatu tindak pidana itu sama dengan perumusan
simon, hanya saja van hamel menambahkan satu syarat lagi yaitu perbuatan
perbuatan itu harus pula atau patut dipidana. Menurut Kansil dalam
bukunya Tindak Pidana Dalam Undang Undang Nasional menjelaskan bahwa tindak
pidana atau delik ialah tindak yang mengandung 5 unsur , yaitu :
a) Harus ada sesuatu kelakuan;
b) Kelakuan itu harus sesuai dengan Undang Undang;
c) Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;
d) Kelakuan itu dapat diberatkan oleh pelaku;
e) Kelakuan itu diancam dengan hukuman.
Sebenarnya, dalam teori
saja perbedaan itu perlu diperdebatkan atau dibicarakan, namun Dalam praktik
hukum tidak karena dalam praktik hukum, yang menjadi perhatian dan acuan ketika
penyidikan dilakukan , surat dakwaan, pembelaan, replik-duplik dan surat
tuntutan yang disusun, surat putusan dibuat dan amar ditetapkan hanyalah unsur-unsur
yang ada rumusan tindak pidana yang bersangkutan (konkret), dan tidak mengacu
pada salah satu pendapat teoritis (abstrak).
Sebagaimana diketahui
bahwa pada kenyataanya :
A. Dalam rumusan tindak pidana (mengikuti istilah UU) tertentu, ada
yang mencantumkan tentang unsur-unsur mengenai diri pelaku (misalnya sengaja
:338, 406, dan lain-lain ; maksud : 362, 406 dan lain-lain), tetapi pada banyak
rumusann yang lain tidak dicantumkan;
B. Sedangkan mengenai kemampuan bertanggung jawab, tidak pernah
dicantumkan dalam semua rumusan tindak pidana.
2. Unsur Tindak Pidana
Unsur
– unsur tindak pidana dibedakan setidak-setidaknya dari dua sudut pandang,
yaitu : sudut pandang teoritis dan sudut undang-undang ,teoritis artinya
berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusanya.
Sementara itu, sudut pandang undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak
pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidanan tertentu dalam pasal-pasal
peraturan perundang-undangan yang ada.
Menurut Moeljatno
dalam Adami Chazawi (2001:79 ), unsur tindak pidana adalah
a) Perbuatan;
b) Yang dilarang (oleh aturan hukum);
c) Ancaman pidana (bagi yang melanggar laran ganya)
Perbuatan
manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum berdasarkan kata majemuk
perbuatan pidana , maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu ,
tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan
pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan
bener-benar dipidana.pengertian diancam pidana merupakann tujuan pengertian
umum dijatuhi pidana.
Menurut Schravendijk
dalam Adami Chazawi (2001:81 )batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu,
jika dirinci dapat terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Kelakuan (orang yang);
b. Bertentangan dengan keinsafan hukum;
c. Diancam dengan hukukman
d. Dilakukan oleh orang (yang dapat)
e. Dipersalahkan/kesalahan.
Walaupun
rincian diatas tampak berbeda namun pada hakikatnya ada persamaannya, yaitu
tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatanya dengan unsur yang
mengenai diri orangnya. Dalam KUHP
terdapat unsur tindakn pidana yaitu:
a.
Unsur tingkah laku;
b.
Unsur melawan hukum;
c.
Unsur akibat knstitusi;
d.
Unsur akibat knstitusi;
e.
Unsur keadaan yang menyertai;
f.
Unsur syarat tambahan untukn dapat dituntut pidana;
g.
Unsur syarat untuk memberantkan pidana;
h.
Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana;
i.
Unsur objek hukum tindak pidana;
j.
Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana
k.
Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana
Dari
sebelas unsur ini, diantaranya dua unsur subjektif yaitu kesalahan dan melawan
hukum sedangkan yang lainya unsur objektif.
Unsur yang bersifat
subjektif artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain
yang dalam kekuasaanya itu merupakan celaan masyarakat, sedangkan unsur
bersifat objektif yaitu semua unsur yang berada diluar keadaan batin
manusia/si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatanya (sekitar)
pada perbuatan dan objek tindak pidana.
Dari sini , maka dapat
dilihat bahwa setidak – tidaknya ada tiga merumuskanya , yaitu :
A. Dengan mencantumkan semua unsur pokok, kualifikasi, dan ancaman
pidana;
B. Dengan mencantumkan smua unsur pokok tanpa,
kualifikasi dan ancaman pidana;
C. Sekedar mencantumkan kualifikasinya saja tanpa unsur – unsur
pokok dan mncantumkann ancaman pidana.
Dari unsur pokok tindak
pidana tersebut diatas terdapat unsur objektif maupun
subjektif secara lengkap contohnya pasal 368 KUHP yang diberi kualifikasi pemerasan ,terdapat unsur sebagai
berikut :
A. Unsur objektif, terdiri
1) Memaksa (tingkah laku)
2) Seseorang (yang dipaksa)
3) Dengan (kekerasan dan ancaman kekerasan)
4) Agar orang
5) Menyerahkan benda
6) Memberi utang
7) Menghapus piutang
B. Unsur subjektif, berupa :
1) Dengan maksud untuk menguntungkan
a) Diri sendiri atau
b) Orang lain
2) Dengan melawan hukum
Kekerasan dan ancaman
kekerasan adalah cara atau upaya dalam melakukan perbuatan memaksa .
C. Tindak Pidana Narkotika Dan
Unsur - Unsur Tindak Pidana Narkotika
a. Tindak Pidana Narkotika
Untuk mempermudah pemahaman tentang tindak pidana narkotika maka
penulis akan terlebih dahulu membahas kembali tentang istilah tindak pidana.
Tindak pidana menurut kitab undang-undang hukum pidana (selanjutnya dsingkat
KUHP) dalam tek bahasa belanda menggunakan istilah stafbarfeit dan delick.
Kedua istilah tersebut diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, sebagai mana
dikenal dalam kajian hukum pidana dan peraturan hukum pidana dengan istilah
beragam, seperti perbuatan pidana, tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa
pidana dan lain sebagainya. Tindak pidana adalah setiap perbuatan yang diancam
hukuman dan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman. Didalam pasal 1 yat 1 kuhp
ada asas yang disebut “nulumdilicttumnulla poena sine praevia lege poenale “yang
pada intinya menyatakan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali
sudah ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebelumnya. Jadi disinalah
letak perbedaan antara pidana dan hukuman,artinya adalah bahwa pdana harus
berdasarkan ketentuan undang-undang sedangkan hukuman lebih luas pengertianya.
Ada banyak definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pidana,hukum dan hukum
pidana, diantaranya :
Pompe
dalam Adami chazawi (2001: 72 ) merumuskan bahwa stabaar feit itu sebenarnya
adalah tindak lain dari suatu “tindakan” yang menurut sesuatu rumusan
undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat
dihukum. Menurut Vos dalam Kansil (2009: 3)
menyatakan bahwa “ peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan
dapat dipidana oleh undang- undang ”.
Menurut Simon
dalam Kansil ( 2009; 2) menyatakan bahwa “ peristiwa pidana itu adalah srafbaargestelde,
onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een
toerekeningvatbaar person “. Yang dalam arti bahasa indonesianya
yaitu perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh
yang seorang yang mampu bertanggung jawab. Van hamel
juga mengartikan suatu tindak pidana itu sama dengan perumusan
simon, hanya saja van hamel menambahkan satu syarat lagi yaitu perbuatan
perbuatan itu harus pula atau patut dipidana.
Definisi
hukum pidana adalah sebagai berikut
1. Hukum pidana adalah hukum sanksi ,definisi ini diberikan
berdasarkan ciri yang melekat pada hukumpidana yang membedakan dengan hukum
lainya.
2. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan atau ketentuan hukum
mengenai perbuatan perbuatan yang dihukum
3. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan mengenai perbuatan yang
dilarang yang disertai pidana dan pelanggaran, dalam keaadaan apa pelanggarnya
dapat dijatuhkan hukuman, dan bagaimana cara penerapan pidana terhadap
pelakunya.
Dari pendapat dan definisi
diatas , bahwa hukum pidana dapat dilihat dari dua unsur yaitu norma dan
sanksi,selain itu bahwa antara hukum dan pidana mempunyai persamaan, keduanya
berlatar belakang tata nilai seperti ketentuan yang mebolehkan dan melarang
berbuat sesuatu.
Guna mencari alasan
pembenaran terhadap sanksi pidana atau hukuman kepada pelaku kejahatan ada 3 teori dalam hukum pidana yaitu
:
1. Teori absolud/teori pembalasan
2. Teori relatif/teori tujuan
3. Teori gabungan
Penjelasan :
1. Teori
absolud
Menurut
teori absolud dasar dari pidan adalah
yang dilakukan oleh orang itu sendiri ini berarti bahwa dengan dengan melakukan
kejahatan itu sudash cukup untuk melakukan pemblasan.dengan pidan itu
dmaksudkan untuk mencapai tujuan praktis dan juga menimbulkan penyesalan bagi
orang itu.
a. Pembalasan subjektif yaitu pembalasan yang langsung ditunjukan
terhadap kesalahan orang itu, yang diukur dari besar atau kecilnya ksalahan.
b. Pembalasan objektif adalah pembalasan terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatan itu.
2. Teori
relatif
Menurut teori relatif
dasar hukum dari pidana adalah menegakkan tata tertib masyarakat dimana tata
tertib itu adalah merupakan tujuan, dan untuk mencapai tujuan itu diperlikan
adanya pidana,dari penjelasan ini jelas bahwa pidana merupakan yaitu mncegah
adanya kejahatan yang akan menjamin tata tertib masyarakat.
3. Teori
gabungan
Teori ini dgolongakan menjadi tiga golongan yaitu sebagai
berikut:
a.
Ada yang bertindak sebagai pangkal pemblasan ,pembalasan disini
dibatasi oelh penegakan tata tertib hukum,artinya pembalas hanya dapat
dilakukan untuk penegakakan tata tertib hukum.
b.
Memberi perlindungan masyarakat sebagai tujuan,ddaalam
memberikan pidana guna untuk melindungi masyarakat itu juga batasan bahwa
pembalasan yang diberikan harus setimpal dengan perbuatanya.
c.
Titik pangkal pembalasan dan keharusan melindungi
masyarakat,sesungguhnya dalam melakuna pembalsan yang dengan kekerasan guna
untuk menakut nakuti selayaknya tidak usah digunakan lagi karna bukan akan
melndungi masyarakat tetapi mnjadikan amarah masyarakat apabila pengambilan
tindakanya tidak sesuai dengan perbuatanya.
Dalam kamus bahasa indonesia tindak pidana adalah
perbuatan pidana atau perbuatan kejahatan.
Simon dalam Kansil (
2009; 2) memberi batsan terhadappidana bahwa “ peristiwa pidana itu
adalah srafbaargestelde, onrechtmatige, met schuld in verband staande
handeling van een toerekeningvatbaar person “. Yang dalam arti
bahasa indonesianya yaitu perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana
dan dilakukan oleh yang seorang yang mampu bertanggung jawab.
Van Hammel mendefinisikan tindak
pidana (stafbaar feit) yaitu kelakuan orang (Menselijke
gedraging)yang di rumuskan dalam undang-undang (wet),yang
bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Strafwaardig) dan
dilakukan dengan kesalahan.
Dari beberapa definisi diatas bahwa kejahatan adalah suatu
perbuatan yang dilarang oleh undang- undangdan terhadap perbuatanya dapat
dikenakan sanksi.
Jadi, tindak pidana narkotika berdasarkan urain diatas
dapat diartikan dengan suatu yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum
narkotika,dalam hal ini berarti melanggar ketentuan undang- undang nomor 35
tahun 2009 tentang narkotika dan ketentuan ketentuan lain yang termasuk dalam
ketegori perbuatan melawan hukum.
Khususnya Tindak pidana narkotika diatur dalam Undang
Undang No.35 tahun 2009 BAB V pasal 111 sampai dengan pasal 148,
diantaranya sebagai berikut:
Pasal 111
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum, menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan
I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)
2) dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
manguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk
tanaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilo
gram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh )tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga)
b. Unsur – Unsur Tindak Pidana Narkotika
Dari penjelasan diatas tentang tindak pidana narkotika penulis
akan mencoba membahas tentang unsur- unsur yang terkandung dalam
tindak pidana narkotika sesuai dengan pasal tentang tindak pidana narkotikayang
antaranya :
Pasal 111
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum, menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan
I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)
2) dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
manguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk
tanaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilo
gram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh )tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Dari pasal ini dapat diambil tentang unsur-unsur narkotika
a.
Setiap Orang
Perlu dipahami bahwa unsur setiap orang ini menunjukkan kepada
subjek hukum, Subjek hukum yang di maksud adalah orang yang melakukan suatu
perbuatan yang dilarang oleh adannya undang-undang. Subjek hukum juga berarti
orang yang di ajukan karena adannya dakwaan dari penuntut umum, dan
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan.
b.
Tanpa hak atau melawan hukum
Tanpa hak yaitu tanpa alasan yang sah menurut undang-undang
atau tanpa wewenang atau tanpa izin atau tanpa surat izin yang diberikan oleh
yang berwenang memberikan izin, menurut pasal 13 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, yang berhak menggunakan Narkotika adalah Lembaga ilmu
pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan yang di selenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin menteri. Sedangkan yang
dimaksud dengan Melawan Hukum adalah melakukan hal-hal yang dilarang
oleh hukum tertulis atau Undang-undang (melawan hukum dalam arti formil)
melanggar larangan menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat (melawan
hukum dalam arti materiil).Menurut pasal 7 UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c.
Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman. Unsur menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan ini merupakan
unsur yang disusun secara alternatif, maka jika salah satu unsur diatas telah
terbukti dilakukan oleh orang yang tidak diberi wewenang, maka satu bagian dari
unsur tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana. Sedangkan yang dimaksud
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman adalah Lampiran nomor 8 UU No 35
Tahun 2009 Tentang narkotika, Tanaman ganja, semua tanaman genus genus
cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk :
biji, buah, jerami, hasil
olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja
dan hasis.
Pasal 127
(1).
Setiap penyalah guna narkotika :
a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri pidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun ;
b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana 2
tahun; dan
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun.
Penjelasan ;
a. Barangsiapa
Yang dimaksud dengan barangsiapa adalah subjek hukum baik orang
atau badan hukum tanpa kecuali dimana Subjek hukum tersebut melakukan perbuatan
yang dilarang oleh adannya undang-undang.
b. Tanpa hak atau melawan hukum
Tanpa hak yaitu tanpa alasan yang sah menurut undang-undang
atau tanpa wewenang atau tanpa izin atau tanpa surat izin yang diberikan oleh
yang berwenang memberikan izin, menurut pasal 13 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, yang berhak menggunakan Narkotika adalah Lembaga ilmu
pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan yang di selenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin menteri. Sedangkan yang
dimaksud dengan Melawan Hukum adalah melakukan hal-hal yang dilarang
oleh hukum tertulis atau Undang-undang (melawan hukum dalam arti formil) melanggar
larangan menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat (melawan hukum dalam
arti materiil).Menurut pasal 7 UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
Sedangkan yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
D. Peranan Penyidik Dalam Menangani
Tindak Pidana Narkotika Dan Syarat - Syarat Penyidikan
1. Penyidik
Menurut pasal 1 butir (1)
KUHAP penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Dan karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b. Melakukan Tindakan Pertama Pada Saat Ditempat Kejadian;
c. Menyuruh Berhenti Seorang Tersangka Serta Memeriksa Tanda
Pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.
Mengambil Sidik Jari Dan Memotret Seseorang Yang Diduga
Melakukan suatu tindak pidana;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan
pemeriksaan perkara;
pemeriksaan perkara;
i.
Mendatangkan Seorang Ahli Yang Diperlukan Dalam Hubungannya
Dengan pemeriksaan perkara;
j.
Mengadakan penghentian penyidikan;
pada pasal 6 ayat (2)
KUHAP menyatakan bahwa:
penyidik sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf (b) mempunyai wewenang sesuai dengan
Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam Pelaksanaan
tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal
6 ayat (1) huruf (a) KUHAP.
Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Menurut Gerson Bawengan bahwa,
tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan
dan memberikan bukti-bukti mengenai kesalahan yang telah dilakukan. Untuk mencapai
maksud tersebut, maka penyidik akan menghimpun keterangan-keterangan dengan
fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu”. Selanjutnya yang dimaksud
dengan menghimpun keterangan menurut Gerson Bawengan adalah :
1. Fakta tentang terjadinya suatu kejahatan;
2. Identitas daripada sikorban;
3. Tempat yang pasti dimana kejahatan dilakukan;
4. Waktu terjadinya kejahatan;
5. Motif, tujuan serta niat;identitas pelaku kejahatan
Selanjutnya karena
kewajibannya mempunyai wewenang. Jadi peran penyidik disini jelas bahwasanya
penyidik dalam tindak pidana narkotika berperan sebagai pencegah terjadinya
tindak pidana narkotika dan menangkap orang yang menyalahgunakan nartkotika
ataupun mengedarkan narkotika untuk diadili dimuka persidangan. Dengan demikian
yang dijadikan pedoman bagi pihak kepolisian dalam melakukan penyidikan tindak
pidana narkotika yaitu : KUHAP, Undang Undang No.02 tahun 2002 tentang
kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang Undang No. 35 tahun 2009
tentang narkotika. Dengan adanya penyidikan yang dilakukan pihak
kepolisian terhadap tindak pidana narkotika yaitu untuk memperjelas adanya
tindak pidana narkotika dan penangkapan tersangka
Dalam hal penyidikan melakukan tindakan pemeriksaan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat,
pemeriksaan saksi , pemeriksaan ditempat kejadian, Pelaksanaan penetapan dan
putusan pengadilan atau tindakan lain menurut ketentuan KUHAP. la membuat
berita acara yang dikuatkan dengan sumpah jabatan dan ditandatangani oleh
penyidik dan semua orang yang terlibat. (pasal 8 jo 75 KUHAP).
Setiap pejabat Polisi adalah penyidik yang karena kewajibannya
berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan tentang tindak pidana, mencari
keterangan dan barang bukti menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri dan mengadakan tindakan lain
menurut hukum, ia dan barang bukti menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau
dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri dan mengadakan tindakan lain
menurut hukum, ia dapat pula bertindak atas perintah penyidik melakukan
penangkapan, melarang meninggalkan tempat penggeledahan dan menyita. Atas
Pelaksanaan tindakan tersebut penyelidik membuat dan menyampaikan laporan
kepada penyidik (pasal 4-5 KUHAP). Sedangkan yang dimaksudkan dengan pejabat
penyelidik adalah merupakan wewenang dan tugas utama polri dari pangkat prada
sampai jendral dalam rangka mencari kejahatan yang terjadi dalam masyarakat.
B. Syarat-Syarat Penyidik
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6
ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut,
seperti misalnya: mempunyai pengetahuan, keah1ian disamping syarat kepangkatan.
Namun demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut
pasal 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan
dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum
dan hakim pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik
Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua sedangkan bagi Pegawai Negeri
Sipil serendah rendahnya Golongan II
BAB III
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. peranan penyidik dalam menangani
tindak pidana narkotika di kota Bengkulu
Dari hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaan
penyidikan terhadap tindak pidana narkotika di Polres
Bengkulu berdasarkan wawancara pada tanggal 9 juni 2012 dengan ardi, harto dan
ricki fadlianshah selaku kasat narkoba, itu diuraikanya dulu apa arti polisi, penyidik, tindak pidana ,
baru akan mendapat kan hasil tentang peranan penyidik dalam menangani tindak
pidana narkotika.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian
Polisi
adalah instansi yang berperan dalam penegakan hukum dan norma yang hidup dalam masyarakat (police as an enforment
officer). Pada pelaksanaan demikian,
polisi adalah instansi yang dapat memaksakan berlakunya hukum.
Manakala hukum dilanggar, terutama oleh
perilaku menyimpang yang namanya kejahatan, diperlukan peran polisi
untuk memulihkan keadaan (restitutio in intreguman) pemaksa agar
sipelanggar hukum menanggung akibat dari perbuatannya. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara menyatakan bahwa fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat. Jadi kalau dalam polisi yang menangani narkotika itu dibentuk
lah kasat narkoba, tidak semua polisi itu bisa melakukan penyidikan tentang
narkotika, hanya pilisi narkotika dan yang diberikan izin oleh kasat narkotika
lah yang bisa melakukan penyidikan tentang narkotika (ucap salah satu penyidik
dengan sigap ). Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal
6 ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.elakukan penyidikan narkotika
tersebut. Dalam polisi narkotika itu istilah penyidik dipakai setara dengan
kasat narkotika jadi yang sering melakukan penyidikan tentang narkotika itu
adalah penyidik pembantu yang dikepalai oleh seorang penyidik.
Tindak pidana itu adalah orang yang melakukan tindakan melawan
hukum, jadi kalau dalam kepolisian narkotika itu sendiri orang yang
melakukan tindak pidana narkotika yaitu orang yang menggunakan narkotika tidak
sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang narkotika.
Tujuan undang-undang narkotika itu sudah jelas disebutkan dalam
pasal 4 undang –undang nomor 35 tahun 2009 yaitu :
a. menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa indonesia dari
penyalah gunaaan narkotika
c. memberantas peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalah guna dan pecandu narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika itu
banyak sekali jenisnya tatapi kesemua jenis itu apabila digunakan tidak sesuai
dengan atuaranya tetap saja melanggar undang – un dang dan dapat dilakukan
pemeriksaan atau penyidikan lebih lanjut.
dari urain diatas bahwa Peranan penyidik dalam menangani
tindak pidana narkotika di Kota Bengkulu ini dapat digolongkan
menjadi dua bagian yaitu secara preventif yaitu upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya tindak pidana narkotika, dan secara
reverentif melakukan tindakan hukum pidana terhadap pelaku yang diduga
melakukan tindak tindak pidana narkotika untuk menegakan undang-undang
nomor 35 tahun 2009 guna mencapai dari pasal 4 undang-undang no 35 tahun 2009
tentang narkotika . Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalah gunaan narkotika itu dengan undang-undang itu dibentuk badan narkotika
nasional, yang selanjutnya disingkat BNN dan BNN tersebut mempunyai tugas :
a. menyusun dan melaksanakan kebajikan nasional mengenai pencegahan
dan pemberantasan penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor
narkotika
b. mencegah dan memberantas penyalah gunaan dan peredaran gelap
narkotika
c. berkoordinasi dengan kepala kepolisian negara republik Indonesia
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalah gunaan dan peredaran gelap
narkotika
d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi pecandu narkotika baik yang diselenggarakan pemerintah maupun
masyarakat
e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalah gunaan dan
peredaran gelap narkotika
f.
memantau, mengarahkan, dan meningkatkan, kegiatan masyarakat
dalm pencegahan penyalah gunaaan dan peredaran gelap narkotika
g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional
maupun internasioanal
h. mengembangkan laboratorium narkotika dan prekusor narkotika
i.
melaksanakan adminitrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap
perkara penyalahgunaan dan peredaran ge;lap narkotika dan
j.
membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
2. Hambatan Penyidik
Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Narkotika Di Kota Bengkulu
Penyebab orang melakukan tindak pidana narkotika pelaku penjual narkotika merasakan bahwa dengan melakukan
penjualan narkotika, sipelaku merasa mendapat keuntungan yang
lebih besar dari pada menjual selain narkotika.
Dari hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaan
penyidikan terhadap tindak pidana narkotika di Polres
bengkulu berdasarkan wawancara pada tanggal 9 juni 2016 dengan ardi, harto dan
ricki fadlianshah selaku kasat narkoba, ada beberapa hambatan yang dialami penyidik yaitu :
1. Kurangnya kerjasama antara Polisi (Penyidik)
dengan masyarakat.
a.
Hambatan
ini muncul dari pihak masyarakat karena masyarakat beranggapan bahwa polisi
merupakan institusi yang secara kelembagaan bertugas untuk menjaga keamanan dan
mengayomi masyarakat. Masyarakat kadangkala tidak mau menyampaikan informasi
berkaitan dengan terjadinya tindak pidana minuman keras dengan alasan tidak
ingin menjadi saksi karena hal tersebut dapat menyita waktu, biaya dan tenaga
serta dapat mengancam keselamatan mereka terutama datangnya dari pelaku tindak
pidana narkotika.
2. Pelaku tindak pidana narkotika menghilangkan jejak terjadinya tindak
pidana
a.
Dari
hasil pengamatan yang dilakukan penulis di polres bengkulu tidak sedikit dari mereka pelaku
tindak pidana narkotika yang
menghilangkan jejak agar terbebas dari penagkapan dan ancaman hukuman dengan
cara menghilangkan barang bukti berupa minuman keras pada waktu akan dilakukan
penggeledahan, memberikan keterangan yang berbelit-belit, dan pelaku
meninggalkan wilayah hukum polres bengkulu.
3. Terbatasnya sarana dan prasarana.
a.
Terbatasnya
sarana dan prasarana ini termasuk didalamnya fasilitas kendaraan yang dimiliki
oleh kasat narkotika untuk
mengadakan patroli pada setiap wilayah yang dianggap rawan yang memerlukan
pengawasan setiap saat tidak dapat dijangkau sehingga penyidikan terhadap
tindak pidana minuman keras tidak optimal, Kondisi seperti ini menyebabkan
para petugas kepolisian tidak dapat bertindak secara tepat untuk melakukan
pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana narkotika
4. Terbatasnya sumber daya manusia
(Polisi) untuk mengungkap tindak pidana narkotika
a.
Pesatnya
kemajuan dalam berbagai bidang terutama terjadinya tindak
pidana narkotika yang smakin luas dan terorganisasi, maka polisi dituntut untuk lebih
profesional dalam melakukan penyidikan yang semakin sulit dideteksi, dicegah
dan diselesaikan dengan baik dalam waktu yang singkat akibat pada umumnya
tenaga penyidik pada polres bengkulu memiliki
syarat untuk diangkat sebagai penyidik, tetapi mereka hanya sebatas sebagai
penyidik pembantu.
5. Mahalnya Biaya Operasional
6. Dalam melakukan penyidikan narkotika sangat membutuhkan dana
yang sangat besar dalam setiap melakukan operasional untuk membongkar siapa
dalang dibalik peredaran tersebut. Karna dalam melakukan penyidik penyidik
haruslah masuk terlebih dahulu kedalam jaringan narkotika tersebut untuk
membeli ataupun melakukan transaksi.karna biaya operasionalnya itu terkadang
dalam setiap operasional kurang, Jadi itulah sebabnya banyaknya yang tertangkap
hanya pemakainya saja bukan pengedar atau bandar narkotikanya juga karena kejahatan
narkotika adalah kejahatan yang terorganisir jadi dalam melaksanakan penyidikan
juga harus dilakukan oleh seorang profesional sebab kalau tidak bisa
membahayakan nyawa penyidik itu sendiri.
B. PEMBAHASAN
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukian tanaman, baik
sintetis maupun semi ssintetis, yang dapat menyeabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat kmenimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan – golongan
sebagai mana terlampir dalm undang – undang nomor 35 tahun 2009 sedangkan
prekusor narekotika yaitu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan narkotika yang dibedakan kedalam tabel sebagai
mana yang terlampir dalam undang – undang narkotika .peredaran gelap narkotika
dan prekusor adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana
narkotika fan prekusor narkotika. Narkotika hanya dapat didiperdagangkan dalam
industri farmasi, industri farmasi tersebut adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran
obat dan bahan obat, termasuk narkotika, sedangkan perdagangan farmasi adalah
perusaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi termasuk narkotika dan
alat kesehatan, dengan demikian penyalah gunaan narkotika adalah orang yang
menggunakan narkotika tanpan hak dan melawan hukum. Undang – undang
narkotika diselenggarakan berasaskan :
a.
Keadilan;
b. Pengayoman
c. Kemanusiaan;
d. Ketertiban;
e. Perlindungan;
f.
Keamanan;
g. Nilai-nilai ilmiah
h.
Kepastian hukum
Undang undang tentang narkotika bertujuan ;
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa indonesia dari
penyalah gunaan narkotika;
c. Memberantas peredarann narkotika;
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalah guna dan pecandu narkotika.
Pengaturan narkotika
dalam undang undang ini meliputi segala bntuk kegiatan dan perbuatan yang
berhubungan dengan narkotika dan prekusor narkotika. Narkotika digolongkan
menjadi 3 (tiga) golongan yaitu
golongan I, golongan II
dan golongan III. Khusus narkotika golongan I tidak boleh untuk digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan ,dalam jumlah yang terbatas narkotika golongan
I hanya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Lembaga ilmu pengetahuan tersebut berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta
penelitian dan penge,mbangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun
swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, menggunakan narkotika untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah ,mendapat izin dari menteri,
yang dimaksud dengan kementrisn atau lembaga pemerinth non kementrian yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang narkotika dan prekusor narkotika
adalah kementrian kesehatan, kementreian keuangan, kementrian biaya cukai dan
badan pengawas obat makanan. Kewenangan penyidik negri sipil kementrian atau
lembagab pemerintah non kementrian tersebut sesuai dengan bidang dan tugasnya
masing –masing yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi
sesuai dengan peratu4ran perundang – undangan.penyidik kepolisian republik
indonesia dan penyidik BNN berwenangb melkukan penyidikan terhadap
penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika
Pasal 82 undang undang
narkotika mengungkapkan :
(1) Penyidik pegawai negri sipil tertentu yang
sebagai mana dimaksud undang – undang tentang acara pidana berwenang melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana narkotika dan prekusor nanrkotika.
(2) Penyidik pegawai negri sipil
tertentusebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilingkungan kementrian atau
lembaga pemerintah non kementrian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang narkotika dan prekusor narkotika berwenang:
a. Memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya
dugaan penyalah gunaan narkotika dan prekusor narkotika;
b. Memeriksa orang yang diduga melakukan penyalah gunaan narkotika
dan prekusor narkotika;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan hukum sehubungan dengan penyalah gunaan narkotika dan prekusor narkotika;
d. Memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara
penyalah gunaan narkotika dan prekusor narkotika;
e. Menyita bahan bukti dan barang bukti perkara penyalahgunaan
narkotika dan prekusor narkotika;
f.
Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan
penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika;
g. Meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan
penyalahgunaan narkotika; dan
h. Menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan narkotika
dan prekusor nankotika.
Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana narkotika dan penyalahgunaan dann prekusor narkotika.
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkotika,
penyidik kepolisian negara republik indonesia memberitahukan secara tertulis
dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya,
sesuai dengan undang-undang tentang hukum acara pidana. Untuk kepentingan
penyidikan atau pemeriksaan disidang pengadilan , tersanga, atau terdakwa, wajib
memberi keterangan mengenai harta kekayaaanya dan istri, anak dan
setiap koorporasi yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana narkotika dan
prekusor narkotika yang dilakukan tersangka. Narkotika ,
Prekusor narkotika , dan alat atau barang yang digunakan dalam tindak
pidana narkotika disita dan hasilnya dirampas untuk negara dan hasil rampasan
tersebut digunakan untuk :
a. Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
narkotika dan prekusor narkotika
b. Upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Anwar (http://baharuddien_anwar.blogspot.com,2008) berpendapat bahwa´narkoba
adalah istilah yang dikenal di masyarakat juga digunakan dalam
istilah aparat penegak hukum, sehingga penggunaan, pembuatan, dan
peredarannya diatur dalam undang-undang. Maka barang siapa yang melanggarnya
akan mendapatkan hukuman´.Sedangkan istilah NAPZA atau NAZA sering
digunakan dalam bidangkedokteran. Hal ini diungkapkan juga oleh Joewanadalam
blogspot anwar bahwa ³NAPZA atau NAZA adalah istilah dalam dunia
pengobatan, dan yang termasuk NAPZA adalah obat, bahan, atau zat yang
tidak diatur dalam Undang-undang, tetapi menimbulkan ketergantungan dan
sering disalah-gunakan´.
Sesuai
dengan ketentuan umum peraturan presiden republik indonesia no 25 tahun 2011
tentang pelaksaan wajib lapor pecandu narkotika dijelaskan dalm rangka
pencegahan dan pemberantasan penyalah gunaan dan peredaran narkotika dan
prekusor narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan
yang melampaui batas negara ,didalam undang-undang nomor 35 tahun
2009 tentang narkotika telah diatur mengenai kerja sama
baik bilateral, regional, maupun internasiaonal selain itu undang undang nomor
35 tahun 2009 juga mengatur tentang peran serta masyarakat dalam usaha
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika
termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalm upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekusor narkotika.
Ketentuan pidana terhadap penyalah guna narkotika terdapat dalam
pasal 111 (1) UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika yang mengandung beberapa unsur yaitu adalah sebagai
berikut:
1. Setiap Orang
a.
Perlu dipahami bahwa unsur setiap orang ini menunjukkan kepada
subjek hukum, Subjek hukum yang di maksud adalah orang yang melakukan suatu
perbuatan yang dilarang oleh adannya undang-undang. Subjek hukum juga berarti
orang yang di ajukan karena adannya dakwaan dari penuntut umum, dan
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan.
- Tanpa
hak atau melawan hukum
a.
Tanpa hak yaitu tanpa alasan yang sah menurut undang-undang
atau tanpa wewenang atau tanpa izin atau tanpa surat izin yang diberikan oleh
yang berwenang memberikan izin, menurut pasal 13 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, yang berhak menggunakan Narkotika adalah Lembaga ilmu
pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan yang di selenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin menteri. Sedangkan yang
dimaksud dengan Melawan Hukum adalah melakukan hal-hal yang dilarang
oleh hukum tertulis atau Undang-undang (melawan hukum dalam arti formil) melanggar
larangan menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat (melawan hukum dalam
arti materiil).Menurut pasal 7 UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman
Unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan ini merupakan unsur yang disusun secara alternatif, maka jika salah
satu unsur diatas telah terbukti dilakukan oleh orang yang tidak diberi
wewenang, maka satu bagian dari unsur tersebut telah memenuhi unsur tindak
pidana. Sedangkan yang dimaksud Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman
adalah Lampiran nomor 8 UU No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika, Tanaman
ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman
termasukbiji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman
ganja termasuk damar ganja dan hasis.
Pasal
127 undang – undang narkotika no 35 tahun 2009
(1).
Setiap penyalah guna narkotika :
a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri pidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun ;
b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana 2
tahun; dan
c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun.
Penjelasan :
a. Barangsiapa
b. Yang dimaksud dengan barang siapa adalah subjek hukum baik orang
atau badan hukum tanpa kecuali dimana Subjek hukum tersebut melakukan perbuatan
yang dilarang oleh adannya undang-undang
c. Tanpa hak atau melawan hukum
a.
Tanpa hak yaitu tanpa alasan yang sah menurut undang-undang
atau tanpa wewenang atau tanpa izin atau tanpa surat izin yang diberikan oleh
yang berwenang memberikan izin, menurut pasal 13 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, yang berhak menggunakan Narkotika adalah Lembaga ilmu
pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan yang di selenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin menteri. Sedangkan
yang dimaksud dengan Melawan Hukumadalah melakukan hal-hal yang dilarang
oleh hukum tertulis atau Undang-undang (melawan hukum dalam arti formil)
melanggar larangan menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat (melawan
hukum dalam arti materiil).Menurut pasal 7 UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
e. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan
kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika.
Dari undang – undang no 35 tahun 2009 inilah peranan penyidik
dalam menangani tindak pidana narkotika dibutuhkan karna guna memberatas
peredaran dan penggunaan narkotika sesuai dengan kebutuhanya guna mnjaga dan
mnjamin masyarakat yang tentram.
Peranan polisi dalam
memberantas dan mencegah terjadinya tindak pidana narkotika dan mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh
penyidik polres bengkulu dalam
pelaksanaan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana narkotika maka polres bengkulu :
1. Secara institusi polres senantiasa membenahi diri dengan
mensosialisasikan perubahan paradigma kepolisian untuk mengubah persepsi yang
selama ini polisi cenderung membuat masyarakat menjadi takut dengan keberadaan
polisi, maka masyarakat merasa aman.
2. Polisi di polres bengkulu senantiasa membuka diri memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk
memberikan masukan kepada pihak polres bengkulu dalam rangka pembinaan personil.
Langkah ini memberikan kesempatan kepada berbagai pihak baik tokoh adat, tokoh
agama, dan tokoh masyarakat.
3. Pembinaan personil yang mampu memberikan
tindakan-tindakan persuasif, pembinaan kesadaran hukum masyarakat dengan
melakukan penyuluhan hukum khususnya dampak negatif penggunaan narkotika di berbagai desa yang bertujuan untuk
membantu memberikan masukan dalam bentuk informasi kepada polisi baik secara
kelembagaan maupun secara individual.
4. Dalam kaitannya dengan usaha penciptaan
sumber daya manusia ( polisi yang profesional ) polres bengkulu memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap personil yang berminat untuk
melanjutkan pendidikan baik pada jenjang starata satu (S1) maupun pada Dikjur
Kepolisian secara reguler dalam berbagai bidang.
5. Berkaitan dengan usaha mengatasi hambatan
aspek kurangnya sarana yang dimiliki oleh polres bengkulu, langkah yang ditempuh bekerjasama dengan
pemerintah daerah dengan pihak lain yang tidak mengikat untuk mengatasi
keterbatasan sarana
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peranan
penyidik dalam menangani tindak pidana narkotika di Kota Bengkulu ini
dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu secara preventif yaitu
upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana
narkotika, dan secara reverentif melakukan tindakan hukum pidana terhadap pelaku
yang diduga melakukan tindak tindak pidana narkotika.
Upaya preventif
tersebut salah satunya yaitu sosialilisasi terhadap masyarakat tentang bahaya
yang ditimbulkan narkotika dan dampak terhadap pemakai narkotika guna
masyarakat tau dan didalam undang-undang narkotika masyarakat juga mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotikakarena masyarakat
mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan penyalah gunaan narkotika
dan prwekusor narkotika , yaitu mencari, memperoleh dan memberikan informasi
serta menyampaikan saran dan pendapat adanya dugaan telah terjadinya tindak
pidana narkotika dan prekusor narkotikasedangkan upaya upaya
reperentif yaitu memmbawa seorang pengedar narkotika ke pengadilan guna diadili
dan memmberikan informasi serta menegakan undang- undang narkotika nomor 35
tahun 2009 untuk mencapai tujuan dari undang – undang no 35 tahun 2009 tersebut
yang bertujuan:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan teknologi;
a.
Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa indonesia dari
penyalah gunaan narkotika;
b.
Memberantas peredarann narkotika;
c.
Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalah guna dan pecandu narkotika.
2. Hambatan-hambatan yang dialami oleh penyidik polres
bengkulu dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika
adalah (1) Kurangnya kerjasama antara Polisi
(Penyidik) dengan masyarakat; (2) Pelaku tindak pidana narkotika menghilangkan
jejak terjadinya tindak pidana; (3)
Terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polres bengkulu; (4).Terbatasnya tenaga ahli dibidang narkotika untuk mengungkap tindak pidana narkotika.
B. Saran
1. Hendaknya penyidik polres ditingkatkan
pengetahuannya tentang hukum dan kalau perlu semua penyidik polresadalah sarjana hukum yang lebih
mengetahui secara mendalam tentang hukum serta menjalankan tugasnya agar
memperhatikan wewenang dan kewajibannya yang telah digariskan dalam
undang-undang.
2. Sebaiknya pihak kepolisian dibekali
pengetahuan secara luas mengenai tindak pidana narkotika dan
diberikan pelatihan khusus guna mengungkap kasus narkotika yang telah
terorganisasi dan sudah menyebar luas.
DAFTAR PUSAKA
A.
Buku
Mardani.2007.Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:Rajawali
Pers.
Sunarso, siswantoro.2004.Penegakan Hukum Psikotropika.
Jakarta:Rajawali Pers.
Makarao, taufik, et.al.2003 Tindak Pidana Narkotika.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Dalam
Kajian sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan hukum. Jakarta: CV. Rajawali. H
[1] Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika pasal 1
[2] Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang
narkotika
[3] Siswantoro Sunarso. 2004. Penegakan Hukum
Dalam Kajian sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 142.D
[5] Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan hukum. Jakarta: CV. Rajawali. Hal. 5.
Comments
Post a Comment